Senin, 22 November 2010

Sonata Dua Musisi


Jakarta - Tepuk tangan panjang bergemuruh di ruang auditorium Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis, Jakarta, Jumat lalu, ketika Eric Awuy dan Iswargia Sudarno menuntaskan lagu pamungkas mereka, Carnival. Tepuk tangan penonton yang memenuhi lebih dari dua pertiga kursi yang tersedia itu tak juga surut meski dua musisi itu telah beranjak ke belakang panggung. Antusias penonton yang luar biasa itu memaksa Eric dan Iswargia kembali keluar panggung. Mereka kembali memainkan Intrada, meski hanya bagian akhirnya saja. Sekadar menuntaskan dahaga penonton.

Intrada sebelumnya sudah dimainkan sebagai menu pembuka pertunjukan musik bertajuk Trumpet Recital itu. Lagu karya komponis kelahiran Swiss, Arthur Honegger (1892-1955) itu bisa dibilang menjadi lagu wajib yang kerap dimainkan dalam sebuah resital trumpet dan piano. Meskipun secara teknis tidak terlampau sulit, namun dengan lompatan-lompatan interval yang luas serta jangkauan nada yang panjang-mulai benar-benar menantang flesibilitas dan daya tahan musisi. Toh, Eric dan Iswargia mampu meracik komposisi ini dengan rancak.

Penonton makin terbius ketika karya klasik komponis Prancis berdarah Rumania Marcel Mihalovici berjudul Meditation dimainkan. Diciptakan pada 1947, Meditation kental dengan tmosfer Eropa Timur yang bernuansa eksotis dan sedikit magis. Karya ini bukanlah karya yang tergolong populer. “Meditation mungkin tak terlalu terkenal tapi nada-nadanya sangat indah dimainkan dengan trompet,” jelas Eric. Sang komponis sendiri, Marcel Mihalovici memang tak sepopuler Sebastian Bach, Schumann, Beethoven, Hebeau, apalagi Mozzart. Namun karya-karyanya, jelas Eric, menyimpan keunikan dan daya tarik.

Komposisi Meditation didominasi oleh permainan trompet yang kata dengan nada-nada ritmik. Untuk menghasilkan efek suara yang berbeda, pria yang sudah mahir memainkan alat musik flute di usia lima tahun itu menggunakan alat bantu di ujung trompetnya. Dua alat bantu tadi secara bergantian dipasang sesuai dengan tuntutan bunyi yang diinginkan. Hasilnya sebuah rangkaian nada-nada indah bertempo sedang yang menyeburkan aura magis yang pekat. Seperti judulnya, komposisi ini terasa membangkitkan suasana reflektif dan kontemplatif. Mengajak penonton pada sebuah perenungan.

Dari Meditation yang mendayu-dayu, penonton kembali diajak menikmati komposisi Sonata for Trumpet and Piano yang memiliki nada yang lebih beragam. Sonata diciptakan pada 1957 oleh Halsey Stevens. Komposisi ini terdiri dari tiga bagian: Allegro Moderato, Adagio Tenero, dan Allegro. “ Bukan kontemporer tapi tidak juga romantis ataupun klasik,” jelas Eric yang mempelajari trompet secara mendalam di dua konservatorium di Kanada, Hull Music Conservatory dan Montreal Music Conservatory.

Malam itu, para penonton benar-benar dipuaskan dengan aksi memukau duet musisi yang terbilang maestro di bidangnya. Para pencinta musik klasik tentu sudah mengenal sosok Eric Awuy. Pemain trumpet kelahiran Bern, Swiss 21 Januari 1964 itu pernah tampil bersama Montreal Symphony Orchestra yang dipimpin dirigen ternama Charles Dutoit. Ia juga kerap tampil bersama orkestra-orkestra terkemuka dunia lainnya seperti National Arts Center, Quebec Symphony Orchestra, dan World Youth Orchestra. Sebagai solis, Eric juga tampil di berbagai resital dan sebagai solis tamu di Amerika Utara dan Eropa. Di tanah air, dia bergabung dalam beberapa orkestra, termasuk Twilite Orchestra.

Demikian pula dengan Iswargia R. Sudarno. Lelaki kelahiran Bandung ini tak hanya dikenal sebagai pianis, tapi juga pendidik, pengarah acara serta perancang program kegiatan seni musik. Ia kerap bekerja sama dengan komponis-komponis kawakan Indonesia seperti Trisutji D. Kamal, Otto Sidharta, Slamet Abdul Syukur, dan Tony Prabowo. Pendidikan formal di bidang musik sendiri ditekuninya setelah ia lulus dari jurusan arsitektur di Institut Teknologi Bandung. Ia masuk ke Manhattan School of Music di New York dan memperoleh gelar Master of Music. Iswargia tampil secara berkala bersama Eric Awuy. Selain di Erasmus Huis, Mereka juga akan tampil di Auditorium Musik ISI, Yogyakarta, Senin (22/11) dan Auditorium CCF Bandung, Rabu (24/11).

Kepiawaian Iswargia menekan bilah-bilah piano, malam itu diperlihatkan saat tampil solo membawakan lagu-lagu rakyat Hongaria yang terangkum dalam komposisi Hungarian Pasent Songs for Solo Piano karya Bela Bartok. Repertoar abad 20 ini terdiri dari Rubato, Andante, Poco Rubato, Andante, Scherzo, Ballade, dan Allegro. “Meskipun terdengar lebih kontemporer, melodi yang digunakan tidak biasa digunakan komponis di Eropa Timur saat itu yang lebih banyak menggunakan birama berketukan tujuh atau lima,” jelas Iswargia.

Pentas yang berlangsung satu jam lebih itu makin mentahbiskan Eric dan Iswargia sebagai duo musisi yang cakap di bidangnya. Selain kemampuan teknis yang mumpuni mereka juga mampu menhadirkan pola komunikasi yang hangat dengan penonton. Eric terkadang melontarkan humor segar saat jeda. “Beruntung penonton tidak kelihatan, soalnya saya stres,” celetuknyaTak lupa pula ia menjelaskan satu dari atas panggung. Ia juga menerangkan satu persatu karya yang akan dimainkan sehingga penonton lebih paham. Termasuk menerangkan perbedaan antara trompet dan cornet.

Alat musik mirip trompet namun berukuran lebih kecil dengan suara lebih empuk dan nada-nada yang lebih lincah itu digunakan Eric saat memainkan lagu Carnival.Carnival karya komponis J.B Arban. “Lagu ini sudah lama ingin saya mainkan tapi selalu takut,” kata Eric. selama ini menjadi lagu patokan mahir tidaknya kemampuan teknis seorang pemain cornet lantaran kaya dengan nada-nada yang rumit. Dan malam itu Eric berhasil menaklukan nada-nada sulit tersebut dengan mulus.



http://www.tempointeraktif.com/hg/musik/2010/11/22/brk,20101122-293338,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar